LAPORAN KUNJUNGAN MUSEUM
RANGGAWARSITA
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam dan
Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M.
Rikza Chamami, MSI
Disusun Oleh :
Muflihah (113911005)
Puji Ariyanti (113911009)
Machya Afiyati U. (113911025)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2013
KEPURBAKALAAN PENINGGALAN HINDU DAN ISLAM
I.
PENDAHULUAN
Kepercayaan masyarakat Jawa
yang bertumpu pada penyembahan terhadap ruh-ruh para leluhur (animisme) dan
kekuatan magis benda-benda (dinamisme) telah menjadi bagian dari hidup mereka
sebelum adanya agama-agma asing yang dating (Hindu, Budha, Islam dan Nasrani).
Kemudian sekitar tahun 3000 SM, masuklah orang-orang Melayu purba dari
pegunungan Cina selatan melalui Vietnam. Pada abad berikutnya sekitar tahun
2000 SM dating lagi orang-orang Melayu yang sudah memiliki peradaban agak
tinggi dan menganut kepercayaan atas kuasa ruh-ruh dalam kehidupan manusia.
Penduduk asli pulau Jawa dan pendatang Melayu kuno inilah yang diyakini sebagai
asal usul atau nenek moyang orang Jawa.
Pada jaman pra-Hindu, kontak-kontak
sosial masyarakat Indonesia dengan dunia luar sudah terjadi. Kontak-kontak
perdagangan dengan India, Arab, Cina, dan Persia bahkan terus berkembang. Hal
itu dikarenakan pulau-pulau Indonesia bagian barat selain terletak di jalur
perdagangan dari Asia Selatan ke Asia Timur juga merupakan daerah penghasil
rempah-rempah, emas, kayu manis, dan produk-produk lain yang diminati di dunia
perdagangan . kondisi yang demikian strategis itu menjadikan pangeran-pangeran
lokal berkenalan dengan pandangan-pandangan politik dan religius luar, terutama
India.
Inti pandangan politik dan religius
India menyimpulkan suatu gagasan organisasi kenegaraan yang tersusun secara hierarkis
dari pusat ke bagian-bagian yang terkecil. Organisasi itu tersusun hirarki
dibawah wewenang dan perintah seorang raja-dewa. Gagasan itu oleh para
penguasa-penguasa dikepulauan Nusantara ini dilihat sebagai wahana ideoologis
yang tepat untuk melegitimasi dan memperluas wewenang mereka. Oleh karena itu,
mereka kemudian memperkerjakan pendeta-pendeta Brahmani supaya dapat menarik garis nenek moyang mereka
sampaikepada dewa-dewa Hindu atau mereka menyatakan diri sebagai penjelmaan Syiwa atau Wisnu. Raja-raja Jawa kemudian dikeramatkan sebagai pusat
penjelmaan dewa, yaitu sebagai titisan dewa atau pembawa esensi kedewataan di
dunia.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Apa saja yang dilihat di Museum ?
B.
Bagaimana sejarah peninggalan Museum ?
C.
Dimana letak asal peninggalan ?
D.
Apa manfaat dari peninggalan benda-benda tersebut ?
E.
Bagaimana pembuktian sejarah Agamanya ?
III.
HASIL PENGAMATAN
A.
Benda-benda yang
ada di dalam Museum
1.
Candi Gedung
Songo
2.
Candi Prambanan
3.
Candi Dieng
4.
Masjid Menara
Kudus
5.
Masjid Demak
B.
Sejarah peninggalan
museum
1.
Candi Gedung
Songo
Pada mulanya, candi-candi di kompleks ini ditemukan 7
candi sekitar tahun 1740 oleh Sir Thomas Stamford Raffles. Yang kemudian
disebut gedung pitu, yang artinya gedung tujuh. Beberapa tahun kemudian
dilakukan penelitian kembali oleh para seorang arkeolog. Ditemukan 2 candi
lagi, yang kemudian terjadi perubahan nama, yaitu candi gedung sanga, karena
jumlah candinya ada Sembilan.
2.
Candi Prambanan
Prambanan adalah candi terbesar dan termegah yang
dibangun di Jawa kuno. Nama Prambanan, berasal dari
nama desa tempat candi ini berdiri, diduga merupakan perubahan nama dialek bahasa Jawa
dari "Para Brahman", yang mungkin merujuk kepada masa jaya candi ini
yang dahulu dipenuhi oleh para brahmana.
3.
Candi Dieng
Kemampuan ilmu arsitektur dapat menghasilkan
bangunan-bangunan yang mengandung nilai seni tinggi dan tidak kalah bahkan
lebih kokoh dari bangunan-bangunan yang dibuat di zaman sekarang ini. Di
wilayah dataran tinggi Dieng terdapat banyak candi, tercatat 19 candi, namun
hanya tinggal delapan candi yang masih utuh berdiri. Umumnya penemaan candi
berdasarkan nama tokoh pewayangan. Berdasarkan hasil penelitian Candi dieng
dibangun sekitar abad delapan hingga Sembilan. Bahkan ada kemungkinan beberapa
candi di Dieng dibuat jauh sebelum abad ke delapan.
4.
Masjid Menara
Kudus
Masjid Menara Kudus sangat berkaitan dengan peran
Sunan Kudus. Sebagaimana para walisongo lainnya, Sunan Kudus juga memiliki cara
dalam berdakwah. Beliau dapat beradaptasi di tengah masyarakat yang telah
memiliki budaya Hindu dan Budha. Masjid
ini didirikan pada tahun 956 H atau 1549 M. Hal ini dapat diketahui dari inskripsi (prasasti)
pada batu yang lebarnya 30 cm dan panjang 46 cm yang terletak pada mihrab masjid
yang ditulis dalam bahasa Arab.
5.
Masjid Demak
Masjid ini merupakan masjid tertua di Jawa, yang
dipercayai pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama untuk menyebarkan
agama Islam di tanah Jawa. Sekitar abad ke-15 Masehi, raja pertama dari
Kesultaan Demak, Raden Patah, mendirikan masjid ini. Raden Patah
bersama Wali Songo
mendirikan masjid yang karismatik ini dengan memberi gambar serupa bulus. Ini merupakan candra
sengkala memet, dengan arti Sarira Sunyi Kiblating Gusti yang
bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri atas kepala yang berarti angka 1
(satu), 4 kaki berarti angka 4 (empat), badan bulus berarti angka 0 (nol), ekor
bulus berarti angka 1 (satu). Dari simbol ini diperkirakan Masjid Agung Demak
berdiri pada tahun 1401 Saka.
C.
Letak asal
peninggalan
1.
Candi Gedung
Songo terletak di puncak gunung Ungaran, kecamatan Sumowono, Semarang, Jawa
Tengah. Dalam kawasan candi gedung songo terdapat 9 kompleks candi yang
letaknya tersebar di area perbukitan.
2.
Candi Prambanan
Candi ini terletak di desa Prambanan, pulau Jawa, kurang lebih 20 kilometer timur Yogyakarta, 40 kilometer barat Surakarta dan 120 kilometer selatan Semarang, persis di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
3.
Candi Dieng
Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di
kabupaten Banjarnegara-Wonosobo Jawa tengah. Kumpulan candi Hindu beraliran
Syiwa yang diperkirakan sampai awal abad ke-9.
Kompleks candi ini terdiri kelompok Arjuna, Gatutkaca, Dwarawati, dan
kompleks candi Bima.
Di samping berupa fitur dan bangunan, di kawasan Dieng juga ditemukan
berbagai benda kemindah (movable), seperti prasasti dan arca. Bahkan,
penelitian baru juga mendapatkan berbagai pecahan keramik yang diduga dahulu
digunakan oleh para penghuni.
Arca dari kawasan Dieng cukup unik karena sebagian di antaranya tidak
ditemukan di tempat lain. Arca tersebut misalnya adalah Nandisawahanamurti,
yaitu arca Dewa Siwa yang duduk di atas bahu nandi yang berbadan manusia.
4. Masjid
Menara Kudus, Masjid ini terletak di desa Kauman, kecamatan Kota kabupaten
Kudus Jawa Tengah.
5. Masjid Demak, Masjid ini terletak di desa
Kauman, kabupaten Demak Jawa Tengah.
D.
Manfaat
peninggalan
Dari peninggalan
benda-benda yang bercorakkan agama Hindu, kami lebih mengetahui dan lebih
mengerti tentang perkembangan mengenai agama Hindu khususnya, dan agama-agama
lain pada umumnya.
Dengan adanya
peninggalan benda-benda tersebut juga dapat dijadikan objek pariwisata, tidak
hanya sebagai pariwisata namun, juga dapat menambah pengetahuan serta
pengalaman. Benda-benda peninggalan tersebut juga dapat digunakan sebagai bukti
bahwa Hindu pernah berkembang pesat di Indonesia.
Masjid Masjid
Menara Kudus merupakan akulturasi budaya antara Jawa, Islam dan Hindu. Sehingga
pengunjung dapat melihat peninggalan perpaduan antara budaya Islam dan Hindu.
Selain itu masjid ini biasanya menjadi pusat
keramaian pada festival dhandhangan yang diadakan warga Kudus untuk
menyambut bulan Ramadan.
Masjid Demak
merupakan masjid tertua di Jawa dan sampai saat ini masih digunakan sebagai
tempat ibadah. Selain itu para pengunjung juga bisa berziarah ke makam sunan
kalijaga yang lokasinya tidak terlalu jauh dari masjid Demak.
E.
Pembuktian
sejarah agama Jawa
1.
Kebudayaan Jawa
Masa Hindu
Dari semua
pengamatan kami, dapat dibuktikan bahwa benda-benda tersebut merupakan corak
agama Hindu. Karena peninggalan agama Hindu memiliki bentuk ratna pada
puncaknya (berundak dan lancip), adapun relief yang terukir di dinding-dinding
candi diambil dari kitab Hindu misalnya kisah Ramayana dan di dalam candi terdapat
patung dewa, seperti Siwa, Brahma, Wisnu dan Ganesha.
Diperkirakan pada akhir abad 8 Masehi,
atau awal abad 9 Masehi. Penguasa Jawa Tengah yang menamakan diri raja Mataram
menganut agama Syiwa. Peninggalan terbesar atas kepenganutan agama mereka
adalah kompleks candi Lorojonggrang di daerah Prambanan, sebelah timur
Yogyakarta. Bangunan candi Lorojonggrang terdiri dari 3 bangunan candi utama
yang diperuntukan bagi dewa Brahma, Syiwa, dan Wisnu. Ketiga candi itu
berhadapan dengan 3 candi yang lebih keccil. Keseluruhan candi dikelilingi
oleh234 candi kecil. Ukiran-ukiran candi Syiwa diambil dari kisah Ramayana,
sedangkan candi Lorojonggrang dimaksudkan sebagai tempat pemakaman bagi
raja-raja Mataram. Selain itu, barangkali kompleks candi-candi itu juga untuk
memenuhi fungsi sebagai candi kerajaan. Dengan demikian, kedua fungsi itu,
sebagai pemakaman dan candi kerajaan, menandakan kekhasan Hinduisme dan
Budhisme yang hidup dan berkembang dalam kebudayaan Jawa saat itu.
Kemegahan dan keperkasaan Jawa Tengah
sebagai pusat kekuasaan kerajaan Mataram Kuno pada abad ke 10 M bergeser ke
Jawa Timur, ke lembah sungai Berantas. Kota-kota pelabuhan seperti Tuban dan
Gresik menjadi tempat yang ramai karena dipadati para pedagang yang datang dari
berbagai daerah.
Pada akhir jaman Hindu-Budha,
semangat menjawakan itu semakin berjaya.
Setelah unsur-unsur berharga dari Hinduisme dan Budhisme ditampung, unsur-unsur
itu dijadikan wahana bagi paham-paham Jawa asli seperti penghormatan kepada
nenek moyang, pandangan-pandangan tentang kematian dan penebusan atas kesalahan
atau dosa, kepercayaan kepada kekuasaan kosmis, dan mitos-mitos dari para
pendahulunya. Dengan ungkapan yang lain, agama dan kebudayaan impor diresapi
oleh kebudayaan Jawa sampai menjadi ungkapan dan identitas Jawa sendiri.
Tradisi budaya yang begitu berterima
terhadap hal-hal baru pada masyarakat Jawa membawa
dampak pada sikap yang tidak serta merta memperlihakan perlawanan ketika
perbuatan baru muncul. Setidaknya inilah yang terjadi ketika Islam mulai
merambah dunia perpolitikan Jawa saat itu. Dua tahun setelah Hayam Wuruk
mangkat, pada tahun 1401 Majapahit mulai nampak runtuh karena terpecah dalam
suatu perang saudara, yaitu perebutan kekuasaan antara Wikrama-Wardana dengan
Bhre Irabumi. Perpecahan berlangsung selama lebih dari 10 tahun. Setelah Bhre
Wirabumi meninggal, perpecahan di
kalangan istana terjadi lagi dan berlarut-larut, hingga akhirnya Majapahit
diserang Girindawhardana dari Kediri pada tahun 1468 M.
Setelah itu, yang berhubungan dengan
kerajaan Majapahit tidak ada yang mengetahui secara pasti, sampai pada
timbulnya serangan dari kerajaan Demak yang menganut agama Islam pada tahun 1475
M. Di awal abad ke-16 M, jejak kerajaan Majapahit tidak dpaat lagi ditemukan.
Alam Jawa kemudian berganti suasana dengan berdirinya kerajaan Islam pertama,
Demak pada tahun 1518 M. Raja demak pertama Raden Patah, memiliki pusaka
kerajaan Majapahit karena ia memang masih memiliki hubungan darah dengan raja
Majapahit, karena ia putra Brawijaya V atas pernikahannya dengan putri dari
Campa.
2. Kerajaan
Islam Demak
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan
waktunya dengan melemahnya posisi kerajaan majapahit. Hal itu memberi peluang
kepada penguasa-penguasa Islam di pesisir untuk membangun pusat-pusat kekuatan
yang independen. Di bawah pimpinan sunan Ampel Denta, para ulama sebagai
pemimpin spiritual dan sosial yang dikenal dalam sejarah sebagai walisongo (sembilan wali) bersepakat
mengangkat Raden Patah menjadi raja pertama kerajaan Demak dengan gelar Senopati Jimbun Ngabdurrahman Panembahan
Palembang Sayidin Panatagama. Raden Patah dalam menjalankan
pemerintahannya, terutama dalam persoalan-persoalan agama, dibantu oleh para
ulama yang mengangkatnya itu. Sebelumnya, Demak yang masih bernama Bintoro
merupakan daerah Majapahit yang diberikan Raja Majapahit (Brawijaya V) kepada
Raden Patah. Daerah ini lambat laun menjadi pusat perkembangan agama Islam yang
diselenggarakan oleh para Wali.
Pemerintahan Raden Patah berlangsung
kira-kira di akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16. Dikatakan, ia adalah
seorang anak raja Majapahit dari seorang ibu muslim keturunan Campa. Ia
digantikan oleh anaknya, Sebrang Lor yang dikenal juga dengan nama Pati Unus.
Menurut Tome Pires, Pati Unus baru berumur 17 tahun ketika menggantikan ayahnya
sekitar tahun 1507. Menurut Tome Pires juga, tidak lama setelah naik tahta,
Pati Unus merencanakan suatu serangan terhadap Malaka. Semangant perangnya
semakin memuncak ketika tahu Malaka ditakluknyaoleh Portugis pada tahun 1511.
Akan tetapi, sekitar pergantian tahun 1512-1513, tentaranya mengalami kekalahan
besar.
Pati Unus kemudian digantikan oleh
Trenggono yang dilantik sebagai sultan oleh Sunan Gunungjati dengan gelar
Sultan Ahmad Abdul Arifin. Ia memerintah pada tahun 1524-1546. Pada masa Sultan
Demak yang ketiga inilah Islam berkembang luas di seluruh tanah Jawa, bahkan
sampai ke Kalimantan Selatan. Penaklukan Sunda Kelapa berakhir pada tahun 1527
yang dilakukan oleh pasukan gabungan Demak dan Cirebon di bawah pimpinan
Fadhilah Khan. Majapahit dan Tuban jatuh ke bawah kekuasaan kerajaan Demak
diperkirakan pada tahun 1527 itu juga. Selanjutnya pada tahun 1529, Demak
berhasil menundukkan Madiun, dan berturut-turut Blora (1530), Surabaya (1531),
dan Pasuruan (1535). Antara tahun 1541-1542 Demak berhasil menundukkan
Lamongan, Blitar, Wirasaba, dan Kediri. Tahun 1544, Palembang dan Banjarmasin
mengakui kekuasaan Demak. Sementara daerah Jawa Tengah bagian selatan sekitar
Gunung Merapi, Pengging, dan Pajang berhasil dikuasai berkat jalinan penguasa
Demak dengan pemuka Islam, Sunan Tembayat. Pada tahun 1546, dalam penyerbuan ke
Blambangan, Sultan Trenggono terbunuh. Ia kemudian digantikan oleh adiknya,
Prawoto. Masa pemerintahan Prawoto tidak berlangsung lama karena terjadi
pemberontakan oleh adipati-adipati sekitar kerajaan Demak. Sunan Prawoto
sendiri kemudian dibunuh oleh Aria Penangsang dari Jipang pada tahun 1549.
Dengan demikian kerajaan Demak berakhir, dan dilanjutkan oleh kerajaan Pajang
di bawah kekuasaan Jaka Tingkir yang berhasil membunuh Aria Penangsang.
Islam yang dibawa oleh ulama Sufi,
dengan keberhasilan mendirikan kerajaan Jawa Islam Demak, berarti telah
memegang kunci kekuasaan. Penyebaran Islam melalui peenguasa setempat (
kerajaan) membuat agama Islamsemakin cepat berkembang. Demak sebagai kerajaan
jawa Islam yang mewarisi kebesaran kerajaan Hindu kejawen Majapahit memilik
keagungan dan karisma yang kuat. Tradisi budaya kerajaan kejawen pun tidak
ditinggalkan oleh kerajaan islam demak ini, ajaran mistiknya terus berjalan dan
justru berkembang dengan ajaran-ajaran Islam, tasawuf. Ajaran mistik
disampaikan lewat naskah-naskah yang diubah ke dalam bahasa Jawa, kebanyakan
berbentuk sekar (puisi), macapat, isinya banyak mengungkapkan ajaran martabat
tujuh. Ajaran martabat tujuh adalah suatu ajaran tasawuf yang ada dasarnya
pengembangan dari Ibnu Arabi tentang paham pantheistis. Istilah-istiilah dalam ajaran tasawuf seperti itihad, hulul, fana,
baqa, dan masih banyak lagi istilah tasawuf yang telah dijawakan, istilah Jawa
yang muncul manunggal, nyuwiji,, pamor dll. Ungkapan-ungkapan tentang
pengalaman mistik yang sering digunakan seperti: manunggaling kawulo-gusti,
curiga manjing ing warangka, warangka manjing curiga, jumbuhing kawulo-gusti,
pamoring kawulo-gusti. Ajaran miastik Jawa yang semula mengenal dewa-dewa,
pemujaan dan penyembahan pada ruh-ruh, kemudian diislamkan, diperkenalkan bahwa
Tuhan itu adalah Allah SWT. Upaya para wali untuk mengislamkan tradisi budaya
Jawa dengan melakukan pembauran antara tradisi kejawen dengan unsur-unsur
islam, ditunjang dengan kekuasaan kerajaan, atau istana yang menjadi sentral
dakwah. Kerajaan Jawa Islam Demak inilah yang menjadi titik mula persentuhan
tradisi budaya mstik Jawa dengan unsur-unsur mistik Islam.
F.
ANALISIS BUDAYA
JAWA
Jawa pada masa pra
Hindu-Budha sudah memiliki budaya yang berasal dari interaksi mereka terhadap
lingkungan alam. Muncullah kepercayaan animisme dan dinamisme. Kepercayaan ini
semakin berkembang seiring masuknya agama Hindu-Budha. Dibuktikan adanya ritual
sesajen untuk menyembah roh-roh nenek moyang. Selain itu, ada juga benda yang
dipercayai memiliki kekuatan, seperti batu akik dan keris.
Budaya yang sudah ada saat
itu tidak sepenuhnya hilang setelah kedatangan agama Islam di Jawa. Islam
dating di Jawa menggunakan media dakwah yang sesuai dengan situasi dan kondisi
kebudayan Jawa saat itu. Seperti metode dakwah yang digunakan oleh para Walisongo
untuk menyebarkan agama Islam melalui kesenian wayang, Sunan Kalijaga. Dalam
hal ini muncul perpaduan antara budaya Islam dengan budaya Jawa dibawah
kepercayaan Hindu.
Sampai saat ini, hasil
budaya pada masa Hindu masih terlihat dengan adanya candi-candi yang tersebar
di Jawa, seperti candi Gedungsongo, candi Prambanan, candi Dieng, dan lainnya. Tersebar
pula bukti-bukti peninggalan adanya perpaduan antara budaya Islam dengan budaya
Hindu, seperti yang tampak dari Masjid Menara Kudus yang memiliki relief mirip
dengan candi Hindu.
G.
KESIMPULAN
Peninggalan museum yang dilihat meliputi gambar dan
miniatur Candi Gedung Songo, Candi Prambanan, Candi Dieng, Masjid Menara Kudus,
dan Masjid Demak.
Candi Gedung Songo terletak di puncak gunung Ungaran,
kecamatan Sumowono, Semarang, Jawa Tengah. Candi Prambanan terletak di desa Prambanan, persis di
perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak
di kabupaten Banjarnegara-Wonosobo Jawa tengah. Masjid
Menara Kudus terletak di desa Kauman, kecamatan Kota kabupaten Kudus Jawa
Tengah. Masjid
Demak terletak di desa Kauman, kabupaten Demak Jawa Tengah. Persamaan dari peninggalan-peninggalan yang ada yaitu
pada segi manfaat, yang masih dijadikan sebagai tempat wisata sekaligus untuk
mengetahui bukti fisik dari peninggalannya.
DAFTAR PUSTAKA
Khalil, Ahmad, Islam Jawa Sufisme dalam Etika dan Tradisi
Jawa, Malang: UIN-Malang Press, 2008.
Khalim, Samidi, Islam dan Spiritualitas Jawa, Semarang:
RaSAIL, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar